Kewajiban Kita Menasehati Bukan Memaksa Agar Diikuti
Benar apa betul? Benerlah ya...hee
Salah satu kewajiban terhadap sesama muslim adalah saling menasehati dalam kebaikan.
Idealnya memang ketika kita menemukan kekeliruan atau kehilapan disekeliling kita, maka kita berkewajiban menyumbal sulam kekeliruan tersebut. Tentunya dengan etika yang masuk akal.
Dalam kondisi seperti ini, kita harus mencampuri urusan saudara kita. Saat meninggalkan mereka, justru disanalah kekeliruan menimpa diri kita.
Ada hal yang perlu jadi catatan dan penting diingat oleh para pemberi nasehat yakni menyadari bahwa kita hanya berkewajiban menyampaikan tapi sama sekali tidak berhak memaksa agar yang diberi nasehat langsung menerima dan mengikuti yang kita sarankan. Karena kadang mereka butuh untuk menyendiri, berfikir dan merenungi yang sudah disampaikan.
Saat akan memberi nasehat, kita harus sudah pastikan bahwa yang kita sampaikan adalah benar adanya, bukan karena hasil cerita-cerita yang tak jelas sumbernya. Lebih baik lagi jika kita memiliki data yang menguatkan.
Jika akan menasehati dua orang atau dua lembaga yang sedang tidak harmonis, ikhtiarkan agar kita bersikap bijak, jangan sampai kita hanya mendengar dari satu sisi/satu sebelah saja kemudian membenarkannya dan menganggap yang lain salah lantas "sok" menasehati. Sama sekali cara ini tidak adil dan tak bijak.
Makanya jangan heran, jika isi nasehat kita akan dimentahkan dan dimentalkan. Bahkan bisa jadi malah akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.
Tugas kita hanya menasehati, perkara diterima atau tidak, itu urusan yang bersangkutan. Hidayah itu dari Allah, kita hanya sebagai wasilah bukan penentu hasilnya.
Kita boleh berharap tapi tak berhak mendikte hasilnya. Orang alim sering bilang, "Manusia yang merencanakan, Allah yang menentukan".
Salah satu kewajiban terhadap sesama muslim adalah saling menasehati dalam kebaikan.
Idealnya memang ketika kita menemukan kekeliruan atau kehilapan disekeliling kita, maka kita berkewajiban menyumbal sulam kekeliruan tersebut. Tentunya dengan etika yang masuk akal.
Dalam kondisi seperti ini, kita harus mencampuri urusan saudara kita. Saat meninggalkan mereka, justru disanalah kekeliruan menimpa diri kita.
Ada hal yang perlu jadi catatan dan penting diingat oleh para pemberi nasehat yakni menyadari bahwa kita hanya berkewajiban menyampaikan tapi sama sekali tidak berhak memaksa agar yang diberi nasehat langsung menerima dan mengikuti yang kita sarankan. Karena kadang mereka butuh untuk menyendiri, berfikir dan merenungi yang sudah disampaikan.
Saat akan memberi nasehat, kita harus sudah pastikan bahwa yang kita sampaikan adalah benar adanya, bukan karena hasil cerita-cerita yang tak jelas sumbernya. Lebih baik lagi jika kita memiliki data yang menguatkan.
Jika akan menasehati dua orang atau dua lembaga yang sedang tidak harmonis, ikhtiarkan agar kita bersikap bijak, jangan sampai kita hanya mendengar dari satu sisi/satu sebelah saja kemudian membenarkannya dan menganggap yang lain salah lantas "sok" menasehati. Sama sekali cara ini tidak adil dan tak bijak.
Makanya jangan heran, jika isi nasehat kita akan dimentahkan dan dimentalkan. Bahkan bisa jadi malah akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.
Tugas kita hanya menasehati, perkara diterima atau tidak, itu urusan yang bersangkutan. Hidayah itu dari Allah, kita hanya sebagai wasilah bukan penentu hasilnya.
Kita boleh berharap tapi tak berhak mendikte hasilnya. Orang alim sering bilang, "Manusia yang merencanakan, Allah yang menentukan".
0 Response to "Kewajiban Kita Menasehati Bukan Memaksa Agar Diikuti"
Post a Comment